Selasa, 12 Juni 2012

MURABAHAH, MUDHARABAH, dan SALAM


MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN SALAM

1.        Murabahah
Akar kata dari murabahah adalah ‘ribh’ yang artinya profit atau laba. Transaksi al-murabahah adalah transaksi jual beli dengan harta pokok yag ditambah dengan keuntungan (laba) di mana harta pokok dan laba dari pihak penjual diketahui oleh oihak pembelinya.
a.    Praktik transaksi murabahah pada bank syariah.
Nasabah berjanji akan membeli komoditi dari bank syariah dengan menggunakan akad wa’ad (janji). Lalu bank mewakilkan pembelian komoditi tersebut kepada nasabah menggunakan akad wakalah, dengan akad wakalah itu, nasabah pergi ke supplier/dealer/developer untuk membeli komoditi atas nama bank. Setelah bank mendapatkan nasabah dengan menggunakan akad murabahah.
b.   Hal-hal yang dilarang dalam transaksi perbankan syariah yang menggunakan akad al-murabahah.
1)   Transaksi bay al-murabahah hanya diperbolehkan untuk transaksi jual beli barang atau komoditi tidak untuk penambahan modal atau digunakan untuk modal kerja. Untuk modal kerja bisa menggunakan akad lain seperti mudharabah (bagi hasil) dan musyarakah (kemitraan, bagi hasil, dan bagi rugi), bukan akad murabahah.
2)   Nasabah menggunakandana pinjaman dari pihak bank dengan akad murabahah untuk di gunakan pada keperluannya yang lain, bukn untuk membeli komodati dari bank. Padahal jelas sekali akad bay al-murabahah adalah akad jual beli dimana bank syariah bertindak sebagai pihak penjual.
3)   Bank menjual komoditi kepada nasabah sebelum bank memiliki komoditi tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip ekonomi syariah dimana bank sebagai pihak penjual harus sudah memiliki barang yang hendak dijualnya kepada pihak pembeli.
4)   Bank dan nasabah melakukan perjanjian akad murabahah pada saat nasabah sudah membeli komoditi dari pihak lain. Seharusnya nasabah membeli komoditi dari bank pada saat akad berlangsung. Bukannya membeli barang pada pihak lain dan mendapatkan pinjaman pembayarannya dari pihak bank. Dalam hal ini transaksinya sama dengan memberi pinjaman denagn imbalan bunga (riba) pada Bank Konvensional.
5)   Murabahah tidak boleh di roll-over, karena prinsip murabahah adalah jual beli, bukan pinjaman berbasis bunga.
6)   Nasabah tidak boleh dikenakan sangsi untuk late or default payment, karena sekali lagi transaksi murabahah adalah prinsip syariah berdasarkan jual beli, bukan pinjaman dengan imbalan bunga. Kalau memang nasabahnya dengan sengaja memanfaatkan kondisi seperti ini, maka bank syariah dapat mengenakan sanksi berupa denda atas keterlambatan pembayaran kepada nasabah, dan ahrus menyalurkan pendapatnya dari pembayaran denda tersebut kepada Badan Zakat.
7)   Pemberlakuan praktik da wa ta’ajjal (ضع و تعجل) atau pemberian diskon pada nasabah yang rajin membayar cicilannya sebelum jatuh tempo. Sebagian besar ulama melarang praktik ini kalau diskon tersebut di kaitkan dengan waktu pembayaran yang dipercepat, dengan alasan ada indikasi riba, dimana riba terjadi ketika satu pihak diuntungkan dan pihak yang lain dirugikan.
Namun, sebagian dari pada ulama klasik mengizinkan praktik ini, tetapi kebanyakan dari para ulama juga menolak da wa ta’ajjal ini diterapkan termasuk para ulama-ulama dari pengikut golongan 4 mazhab, yaitu: Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali.
Kesimpulan
Pada dasarnya transaksi al-murabahah adalah transaksi jual beli yang sederhana, bukannya suatu skema pembiayaan, namun dengan diizinkannya pembayaran transaksi murabahah dengan cara dicicil, maka bank syariah boleh melakukan pembayaran dengan akad murabahah, hanya apabila nasabahnya membutuhkan untuk membeli suatu barang/komoditi seperti rumah, kendaraan roda dua atau kendaraan roda empat, dan baramg elektronik, bukan untuk modal kerja atau work-ing capital. Kalau ada bank syariah yang memberi pembiayaan murabahah untuk keperluan modal kerja, dapat kita katakan disini bahwa bank syariah tersebut sudah melanggar syarat dan ketentuan daripada prinsip ekonomi syariah.

2.        Mudharabah
Murabahah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.
a.    Tipe mudharabah
1)   Mudharabah mutlaqah, dimana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
2)   Mudharabah muqayyadah, dimana praktik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha, dan sebagainya.
b.   Keistimewaan mudharabah
1)   Berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi resiko.
·      Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
·      Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
2)   Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.

3.        Salam
a.    Pengertian Salam
As-Salam dinamai juga As-salaf ialah suatu akad jual beli antara dua orang atau lebih dan barang yang akan dijual belum ada wujudnya tetapi ciri-ciri atau kriterianya, baik kualitas dan kuantitasnya, besar dan kecilnya, timbangannya, dan lain sebagainya telah disepakati. Sedang pembayarannya dilakukan pada saat terjadi transaksi. Misalny: seperti si A memesan sebuah almari pakaian kepada si B, dengan ukuran, kualitas kayu, warna cat, telah ditentukan. Si B menerima pesanan si A dengan harga tertentu dan pembayarannya dilakukan oleh si A secara kontan pada saat terjadinya transaksi.
Dengan demikian, salam merupakan jual beli pesanan dari calon pembeli dengan pembayaran kontan dan hutang bagi calon penjual, karena barangnya baru berupa pesanan dan akan diserahkan sesuai dengan kesepakatan kedua pihak.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw., bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَدِمَ النَّبِيُّ . ص . م . اَلْمَدِيْنَةَ وَهُمْ يُسْلِفُوْنَ نَ فِى الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ : مَنْ اَسْلَفَ فِى تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِى كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ
Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: Nabi saw. tiba di Madinah dan orang-orang (Madinah) meminjamkan buah-buahan satu tahun dan dua tahun, maka beliau bersabda: “Bagi siapa yang meminjamkan (mengutangkan) buah-buahan, maka hendaklah ia mengutangkan dengan takaran dan timbangan yang jelas dan sampai batas waktu yang jelas”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas oleh para ulama dijadikan dasar kebolehan jual beli salam.
b.   Rukun dan syarat Salam
1)   Rukun Salam
a)    Penjual (muslam ‘alaih)
b)   Pembeli (muslam atau rabbus salam)
c)    Barang (muslam fih) dan harga atau modal (ra’sul mal)
d)   Sigat (akad)
2)   Syarat-syarat Salam
a)    Uang hendaknya dibayar pada saat terjadi transaksi atau di majlis akad, berarti pembayaran dilakukan terlebih dahulu.
b)   Barang menjadi utang atau tanggungan penjual dan diberikan kepada pembeli sesuai dengan kesepakatan, baik mengenai waktunya maupun tempatnya.
c)    Barang itu hendaknya jelas kriterianya, baik ukuran, kualitas, jenis, timbangan dan lain sebagainya sesuai dengan jenis barang yang dijual. Dengan kriteria tersebut dapat dibedakan antara satu barang dengan barang lain, sehingga tidak terdapat keraguan yang dapat menyebabkan perselisihan antara keduanya (penjual dan pembeli).
c.    Hukum Jual Beli Salam
Para ulama sepakat bahwa jual beli salam hukumnya boleh selama rukun dan syaratnya terpenuhi dan tidak terjadi garar (penipuan). Dasar hukum yang dijadikan pegangan selain nas seperti telah disebutkan di atas adalah bahwa jual beli salam mengandung unsur-unsur kemaslahatan dan hikmah yang dibutuhkan oleh manusia.
d.   Hikmah Salam
Diantara hikmah jual beli salam adalah:
1)   Terpenuhinya kebutuhan. Setiap orang mempunyai kebutuhan dan kemampuan yang berbeda dengan orang lain. Ada di antara mereka, misalnya si A mempunyai cukup uang tetapi tidak memiliki barang yang dia perlukan. Sementara ada orang lain, misalnya si B memiliki kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan si A namun tidak mempunyai modal untuk mewujudkannya. Dalam keadaan seperti ini, si A memesan barang yang ia perlukan, dan si B, dengan modal yang ia terima bekerja untuk memenuhi permintaan si A. Dengan demikian, kebutuhan kedua belah pihak terpenuhi.
2)   Adanya asas tolong-menolong. Dengan terpenuhinya kebutuhan masing-masing seperti digambarkan di atas, berarti si A telah menolong si B sehingga dia bekerja dan memanfaatkan keahliannya, si B menolong si A karena dia telah memenuhi kebutuhan si A. Asas tolong-menolong ini merupakan cari manusia sebagai makhaluk sosial dan sangat dianjurkan oleh agama.

2 komentar: